Senin, 23 Agustus 2010

PADI ADAN : PERMATA HIJAU DARI KRAYAN

Kecamatan Krayan merupakan wilayah paling utara di Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah (Malaysia). Kecamatan ini merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Nunukan, dengan luas wilayah 183.754 Km2 dimana mayoritas penduduk bermatapencarian sebagai petani sawah. Daerah ini memiliki daya tarik tersendiri mengingat potensi alamnya yang khas, yang dicirikan dengan sistem pertaniannya yang organik dan bertumpu kepada sumberdaya alam. Hal lain yang tidak kalah menariknya adalah daerah ini merupakan bagian dari Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, yang menampung keanekaragaman hayati dari berbagai spesies flora dan fauna khas Kalimantan. Disamping itu sistem budaya (sociocultural) yang masih melekat erat di tengah masyarakat Suku Dayak Lundayeh menjadi daya tarik tersendiri bagi Krayan. Ibarat seorang gadis dayak yang ayu dan belum tersentuh polesan, Krayan merupakan primadona yang ikut memperkaya khasanah budaya Bangsa Indonesia.
Ditengah arus globalisasi dan era transformasi dewasa ini, Krayan tetap eksis dengan sifat tradisionalnya dalam berusahatani padi sawah. Padi Adan, demikian nama spesifik lokal untuk padi yang umumnya ditanam oleh masyarakat Krayan, adalah plasma nutfah yang patut dilindungi dan dilestarikan. Keberadaannya bagi masyarakat tidak saja menjadi penunjang bahan pokok kehidupan, tetapi juga bernilai sakral karena menjadi menu utama dalam setiap acara adat maupun keagamaan. Pola pertanian yang diterapkan di Krayan merupakan potensi agrowisata yang masih kurang dikenal oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun manca negara. Untuk itulah maka perlu adanya sosialisasi dan promosi yang lebih intens, yang dilakukan oleh pemda setempat maupun provinsi guna memperkenalkan daerah ini keluar. Termasuk diantaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak pemerintah.
Terkait dengan pertahanan dan keamananan nasional, Krayan dapat dikatakan sebagai halaman depan sebuah rumah yang bernama Indonesia. Beranda yang paling mudah diamati dan dilihat oleh para pendatang dari luar negeri, khususnya pendatang yang memanfaatkan jalur Long Midan (Indonesia) ke Ba’ Kelalan (Malaysia). Ironisnya bahwa pembangunan infrastruktur di Krayan berjalan relatif lamban. Satu – satunya jalan aspal yang bisa dinikmati oleh masyarakat saat ini hanya landasan pacu pesawat yang panjangnya ± 1 km, selain dari itu jalan kecamatan dan desa pada umumnya masih sebagian pengerasan. Sehingga kesan yang muncul bagi orang yang pertama kali menjejakkan kakinya di bumi Krayan adalah keterbelakangan. Padahal tidak kurang dari tokoh – tokoh dan pemuka daerah yang lahir dan tumbuh – besar di Krayan. Masih dibutuhkan sentuhan artistik guna memoles Krayan agar keayuannya semakin nampak bagi orang luar.
Akan halnya beras Adan yang merupakan produk khas Krayan, bukan saja memiliki nilai eksotika dengan sistem pengolahannya yang organik tetapi juga merupakan komoditas yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran internasional. Kondisi pertanian yang tradisional hingga saat ini masih tetap dipertahankan di Krayan. Sebagaimana potret pertanian yang sarat dengan nilai – nilai tradisional, masyarakat Krayan mengelolah usahataninya secara terpadu dengan memadukan usahatani sawah, dengan ternak besar dan ikan sebagai penunjang serta keberadaan unggas sebagai pelengkap. Sistem pertanian ini telah berlangsung secara turun temurun dari beberapa generasi. Adat sebagai penyangga nilai – nilai hidup masyarakat Krayan mengajarkan kepada mereka kearifan lokal dengan tetap berusaha untuk survive dalam upaya mengembangkan usahataninya yang senantiasa bersandarkan kepada potensi alam sekitar. Keunikan inilah yang dimiliki oleh Krayan, yang tidak dimiliki oleh pola pertanian sistem moderen, dan pola pertanian ini juga dengan basisnya yang organik menjadikan beras Krayan punya nilai lebih dimata masyarakat Brunei Darussalam.
Resep pengelolaan usahatani yang tradisional ini menjadikan beras Krayan memiliki cita rasa khas, baunya harum, rasanya enak dan menyehatkan karena diolah secara organik. Bagi orang – orang yang baru sembuh dari sakit, beras Krayan dipercaya mempercepat proses penyembuhan dan menyehatkan. Pengelolaannya yang jauh dari unsur kimiawi, mulai dari fase semai hingga panen, menjadikan beras Krayan sebagai komoditas yang punya nilai lebih dimata pecinta komoditas organik. Bagi masyarakat Krayan, jargon back to nature bukan sekedar isapan jempol belaka namun telah menjadi bagian dari hidup dan sistem adat.
Meski belum ada penelitian yang membuktikan secara signifikan antara konsumsi beras Krayan dengan keadaan fisik orang asli Krayan sendiri, namun fisik orang Lundayeh berbeda dengan fisik orang dayak pada umumnya di Kalimantan Timur. Penduduk asli Krayan, yaitu suku dayak Lundayeh, memiliki postur tubuh relatif besar dan tinggi, dengan warna kulit yang putih bersih. Gadis – gadis Krayan terkenal akan keayuan dan kelembutannya, wajah yang putih kekuningan dan hidung yang mancung. Banyak tokoh – tokoh besar Kalimantan yang dilahirkan di Krayan, dan tidak sedikit pemuda Krayan yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi di kota – kota besar, baik di Indonesia maupun Malaysia.
Rumor yang berkembang bahwa beras Adan merupakan konsumsi wajib bagi para pejabat dan masyarakat Brunei Darussalam. Bahkan Sultan Brunei seringkali memesan secara khusus komoditas ini untuk konsumsi keluarga kerajaan. Negeri kecil yang terletak di daratan besar Pulau Kalimantan ini menjadi kaya akan beras produksi Krayan, sementara masyarakat Nunukan sendiri yang nota bene pemilik aset tersebut jarang mengkonsumsinya. Meski jalur perdagangan ini sudah berlangsung cukup lama, namun upaya – upaya intensif yang dilakukan oleh pihak pemerintah guna melegalkan perdagangan komoditas antar negara ini belum menunjukkan tanda yang menggembirakan.
Perdagangan beras Adan selama ini ke luar negeri melalui jalur Long Midan, sebuah desa kecil yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah (Malaysia). Dari Long Midan beras Adan dibawa ke Ba’ Kelalan (Malaysia) untuk selanjutnya diintrodusir oleh pedagang pengumpul ke kota – kota di Serawak, seperti Lawas dan Miri, hingga akhirnya masuk ke Brunei Darussalam. Ironisnya sebab aset nasional ini tidak memiliki pelebelan dan merek dagang yang seharusnya menjadi hak patent rakyat Krayan. Sehingga komoditas ini rawan penipuan dan plagiat produk Indonesia atas nama negara lain. Oleh karena itu maka perlu kiranya para pemerhati, penentu dan pengambil kebijakan untuk lebih arif dan bijaksana dalam melakukan tindakan penyelamatan terhadap plasma nutfah padi Adan.
Perlu adanya tindakan khusus yang lebih intensif dalam menjaga warisan budaya tani dari leluhur bangsa ini. Pencegahan dan penjagaan harus sedini mungkin dilakukan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, serta melibatkan praktisi lapangan dan lembaga sosial kemasyarakatan dalam menjaga aset – aset nasional seperti ini. Perlu adanya lembaga atau badan yang secara khusus mendata dan menginventarisir kekayaan alam Indonesia, bukan saja yang bersifat kesenian namun juga kekayaan alam lain seperti padi Adan. Keterlibatan tokoh adat dan masyarakat juga menjadi penting artinya dalam menjaga aset plasma nutfah padi Adan, mengingat masyarakat Krayan sangat kukuh dan tunduk pada norma dan nilai adat istiadat.
Guna menjaga adanya mengakuan hak cipta terhadap komoditas padi Adan dari negara lain, maka perlu kiranya pemerintah menyiapkan dana, baik dari APBD maupun APBN, yang membeli produksi beras adan masyarakat Krayan dan menjualnya berdasarkan standar pasar internasional. Hal ini menjadi penting mengingat selama ini satu – satunya pasar bagi produk usahatani padi adan di Krayan hanya ke Ba’kelalan (Malaysia). Bila pemerintah membeli beras masyarakat Krayan, berarti masyarakat memiliki alternatif pasar sehingga tidak mudah ditipu dan dipermainkan oleh cukong Malaysia.
Oleh karena itulah maka sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat, tokoh – tokoh adat melalui pendekatan persuasif menjadi penting artinya. Pendidikan guna meningkatkan pemahaman masyarakat Krayan akan pentingnya bela negara dan kedaulatan NKRI perlu dilakukan. Bahwa arti penting bela negara tidak saja bersifat devensif akan adanya serangan dari luar, tetapi juga yang sifatnya protektif terhadap penjarahan aset – aset nasional yang ada di bumi Krayan. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah pusat dan daerah bagi Krayan, sebab Krayan merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Semoga dengan upaya – upaya yang dilakukan, sebagaimana tersebut diatas, maka Padi Adan sebagai Permata Hijau Dari Krayan akan tetap lestari dan terjaga hingga di masa yang akan datang, Insya Allah.

Minggu, 22 Agustus 2010

WACANA NGEBROK KERBAU DI KRAYAN

Kecamatan Krayan dengan luas wilayah 183.754 Km2 yang terdiri dari 65 desa memiliki potensi usahatani yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk yang mayoritas petani organik menjadikan daerah ini memiliki karakteristik tersendiri dalam berusahatani. Daerah yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah (Malaysia) ini adalah bagian dari Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur. Dari segi pola kegiatan usahatani, Krayan lebih mengandalkan potensi sumberdaya alam ketimbang memanfaatkan teknologi moderen berusahatani. Hal ini dapat dilihat mulai dari sistim pembersihan lahan, penggarapan lahan yang menggunakan ternak sapi dan kerbau, hingga pengelolaan usahatani sawah yang bercirikan organik dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak.
Jumlah populasi ternak, khususnya kerbau dan sapi, di Krayan terbilang cukup besar. Data yang dihimpun dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Nunukan Tahun 2008 menunjukkan bahwa populasi sapi potong dan kerbau mencapai 3.019 ekor. Ini belum termasuk ternak Babi dan unggas. Jika asumsi rata – rata sapi/kerbau bisa menghasilkan limbah 15 Kg setiap hari maka dalam sehari limbah organik yang dihasilkan di Krayan adalah 45.285 Kg. Limbah inilah yang digunakan oleh para petani Krayan dalam menunjang kegiatan usahatani padi sawah.
Masalah yang muncul kemudian karena pola tanam padi sawah di Krayan hanya sekali dalam setahun, mengikut musim penghujan. Padi sawah Krayan, yang sering disebut dengan Padi Adan merupakan potensi lokal spesifik dengan umur semai hingga panen mencai 6 bulan. Sehingga diluar masa tanam, sapi/kerbau dibiarkan berkeliaran mencari pakan sendiri di alam bebas. Ternak ini sering menjadi hama besar yang merusak tanaman usahatani lainnya yang dikelolah oleh masyarakat, seperti buah – buahan, sayuran dan palawija yang baru ditanam. Ini berimplikasi kepada hilangnya animo petani untuk menyelenggarakan kegiatan usahatani lain diluar padi sawah. Pada hal potensi agribisnis yang dimiliki Krayan sangat besar, ini mengingat letak tofografinya yang berada diatas ketinggian ± 500 – 750 mdpl, memungkinkan Krayan dapat mengembangkan berbagai jenis palawija dan hortikultura dataran sedang hingga tinggi.
Oleh karena itu maka dirasa perlu untuk mencari solusi alternatif agar kegiatan usaha tani dan usaha ternak dapat berjalan seiring tanpa saling mengganggu. Memang harus diakui bahwa tidak mudah mengubah paradigma berusahatani di Krayan. Hal ini disebabkan karena sistem adat yang berlaku belum terbiasa dengan pola kandangisasi ternak. Sehingga dibutuhkan pendekatan persuasif terhadap tokoh – tokoh adat dan masyarakat dalam menjelaskan masalah ini, mengingat peran mereka sangat besar dalam pengambilan kebijakan/keputusan di tengah masyarakat suku Lundayeh di Krayan. Perlu dijelaskan tentang sistem keterpaduan yang saling menunjang (simbiosa mutualisme) antara keberadaan ternak disatu sisi dengan kegiatan usahatani disisi yang lain. Bahwa kedua kegiatan ini ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Bahwa integritas tani – ternak akan memberikan hasil surplus dalam kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, dan rumah tangga tani pada khususnya. Sehingga jargon hama yang melekat pada sapi dan kerbau diluar kegiatan padi sawah dapat berubah.
Kandang Ngebrok adalah istilah dalam bahasa Jawa, bahasa ini tetap dipertahankan karena masih terasa sulit untuk mencari padanan kata yang tepat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ngebrok artinya tinggal menetap ditempat dalam waktu yang cukup lama. Sehingga ternak dalam kurun waktu tertentu selamanya berada didalam kandang dari buang kotoran, makan, hingga tidur. Kandang ngebrok adalah kandang yang dihuni oleh ternak dengan tujuan agar limbah organik yang dihasilkan dapat terkumpul dan terurai secara alami akibat aktivitas ternak didalam kandang tersebut. Ternak dalam kandang akan berkubang dalam limbahnya sendiri, yang semakin lama akan semakin banyak dan bertambah, dan pada akhir priode tertentu ketika ternak dikeluarkan dari kandang tersebut maka limbah dapat diambil untuk dimanfaatkan dilahan persawahan.
Sebenarnya hal ini bukanlah hal yang baru, Peternakan Sapi Perah di Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Centre Yogyakarta telah menerapkan cara ini. Sistem ngebrok ini diterapkan bagi pembesaran sapi sebelum menghasilkan atau dipungut susunya. Sehingga ternak disapih mulai bibit sapi anakan hingga menjelang dewasa. Wacana ngebrok sapi/kerbau ini menjadi menarik untuk dikembangkan di Krayan mengingat sumber pakan yang tersedia dan kontinyu serta jaraknya yang relatif dekat, akan lebih baik lagi bila disiapkan lahan khusus untuk sumber pakan hijauan makanan ternak atau Azolla. Disamping itu, sebagai inovasi dibidang usahatani ternak di Krayan, setidaknya akan menarik minat dan perhatian pemuka adat setempat akan pentingnya hal ini karena tidak saja memberikan surplus bagi perekonomian masyarakat tetapi juga membuka lapangan kerja baru bagi anggota masyarakat tani yang menganggur diluar musim tanam padi sawah. Agar sistem ini berjalan secara arif dan berkesinambungan maka idealnya kegiatan ini dikelolah oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani. Hal ini mengingat sistem ngebrok kemungkinan akan menampung kerbau dan sapi dari berbagai pemilik.
Jika wacana ini berhasil dikembangkan di Krayan, maka beberapa keuntungan akan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, antara lain bangkitnya animo masyarakat untuk berusahatani diluar padi sawah karena ternak besar bukan lagi menjadi hama bagi pertanaman, pemeliharaan ternak akan menjadi lebih intensif sehingga pertumbuhannya semakin besar dan meningkatkan nilai ekonomi ternak itu sendiri, adanya pupuk kandang dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari terkonsentrasinya limbah ternak dalam kandang, tenaga pemeliharaan dan pengawasan ternak menjadi lebih ringan, penggunaan air yang lebih hemat terlebih untuk beberapa daerah/desa di Krayan yang masih jauh dari pompanisasi air, devisitnya masalah sosial di tengah masyarakat akibat ternak yang tidak terpelihara dan mengganggu kegiatan usahatani lain masyarakat, dan dalam jangka waktu yang relatif lama Kecamatan Krayan akan menjadi sentra pengembangan dan produksi daging sapi/kerbau di Kabupaten Nunukan.
Hal lain yang tidak kalah penting artinya dengan adanya sistem ngebrok ini adalah didukung oleh faktor sosiokultural masyarakat setempat, maka Krayan maupun Krayan Selatan memiliki potensi agrowisata pada masa yang akan datang. Ini melengkapi eksistensi padi Adan yang selama ini digarap secara organik oleh masyarakat dengan cirinya spesifik daerah (lokal), di samping keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang merupakan bagian holistik dari kawasan Krayan.
Namun disadari bahwa beberapa kelemahan relatif dapat timbul dengan adanya sistem ini, diantaranya : pembuatan kandang yang cukup besar sehingga membutuhkan luasan lahan tertentu, biaya pembuatan kandang yang relatif mahal terlebih bila kandang dibuat permanen, biaya pengadaan bahan probiotik sebagai stimulan limbah organik yang dihasilkan oleh ternak dan biaya operasionalnya ke Krayan, letak kandang yang relatif harus jauh dari pemukiman, dan adanya resistensi dari pemuka adat setempat mengingat inovasi ini adalah hal baru bagi mereka.
Olehnya itu maka dibutuhkan peran serta pemerintah daerah, baik ditingkat kabupaten maupun provinsi, bila dianggap bahwa wacana ini akan dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Krayan. Dibutuhkan atensi pemerintah dalam hal pembiayaan dan pembinaan potensi sumberdaya manusia yang diharapkan dapat melaksanakan kegiatan tersebut. Paling tidak, berpijak dari kegiatan di LHM Research Centre Yogyakarta, maka Kecamatan Krayan dapat dijadikan percontohan pola ngebrok kerbau bagi kecamatan lain di Kabupaten Nunukan maupun kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Timur.
------------------------
Disadur dari tulisan : Ngebrok Kerbau, karya : Ir. Dian Kusumanto.

KERBAU DI KRAYAN

Sebagaimana kehidupan masyarakat tani pada umumnya, di daerah Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan – Kalimantan Timur, pola usahatani juga menganut sistim yang terintegrasi antara ternak kerbau dengan padi dan ikan yang dipelihara di sawah. Bila musim tanam padi tiba, kerbau dibawa ke kandang dan diberi pakan berupa dedak atau merumput pada lahan yang telah di pagar sekelilingnya. Bila panen padi telah dilakukan maka kerbau digembalakan di sawah hingga dalam waktu tertentu, diikat dan berkubang di lahan sawah tersebut. Pola usahatani ini telah berlangsung lama dan turun – temurun, dan merupakan karakter usahatani di Krayan.
Masalah yang muncul kemudian karena pola tanam padi sawah di Krayan hanya sekali dalam setahun, mengikut musim penghujan. Padi sawah Krayan, yang sering disebut dengan padi Adan merupakan potensi lokal spesifik dengan umur semai hingga panen mencai 6 bulan. Sehingga diluar masa tanam, kerbau dibiarkan berkeliaran mencari pakan sendiri di alam bebas. Ternak ini sering menjadi hama besar yang merusak tanaman usahatani lainnya yang dikelola masyarakat, seperti buah – buahan, sayuran dan palawija yang baru ditanam. Ini berimplikasi kepada hilangnya animo petani untuk menyelenggarakan kegiatan usahatani lain diluar padi sawah.
Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penting di Krayan, kegunaannya sangat beragam mulai dari pengangkut kayu bakar dari hutan, alat transportasi, sebagai sumber daging dan susu, sampai pelengkap kegiatan seremonial adat maupun keagamaan. Populasi ternak kerbau di Krayan senantiasa berfluktuasi, pada tahun 2008 sekitar 2.747 ekor dan tahun 2009 populasinya turun menjadi 2.324 ekor. Meski demikian kondisi alam dan sosial budaya pada masayarakat Lundayeh memberi tempat yang layak untuk pengembangan ternak kerbau.
Ternak kerbau dipelihara sampai berumur 15 sampai 20 tahun, setelah induk kerbau tua dan tidak produktif lagi biasanya dipotong untuk tujuan konsumsi, tidak jarang setelah beranak lebih dari 10 kali. Namun kerbau jantan banyak dijual pada umur yang masih relatif muda khususnya pada saat acara lamaran pernikahan. Bagi calon pengantin pria diwajibkan membawa tiga ekor kerbau sebagai salah satu syarat diterimanya lamaran. Cara ini merupakan salah satu cara efektif dalam melestarikan populasi kerbau di Krayan, mengingat kerbau adalah ternak yang tidak lepas dari sistim hidup masyarakat Krayan. Rata – rata kepemilikan sebanyak 2 sampai 3 ekor induk kerbau per keluarga, walaupun ada juga petani yang memiliki lebih dari 5 ekor induk. Pada umumnya petani memelihara ternak miliknya sendiri. Sistem pemeliharaan ternak dengan cara mengandangkan ternak pada waktu musim tanam padi dan digembalakan di sawah setelah panen.
Tidak ada aturan khusus dalam mengawinkan kerbau di Krayan. Umumnya perkawinan ternak kerbau menggunakan pejantan yang tersedia pada lahan penggembalaan. Kadangkala pejantan dipinjam dari petani lainnya, karena tidak semua petani memiliki kerbau pejantan. Petani yang memiliki pejantan mengandalkankan kerbau jantan tersebut untuk mengawini betina yang ada di kelompoknya. Kerbau betina umumnya beranak pertama kali pada umur 4 tahun dengan lama kebuntingan 10,5 bulan. Bila pakannya cukup maka 3 sampai 4 bulan setelah melahirkan induk kerbau biasanya sudah dapat kawin lagi. Namun umumnya ditemui bahwa usia kebuntingan induk sekitar dua bulan pada saat anak sudah berumur setahun. Dengan demikian jarak beranak menjadi 21 bulan. Apabila budidaya ternak kerbau di Krayan dikelola dengan baik maka jarak beranak dapat dipersingkat lagi, terutama dengan penyediaan pakan yang memadai bagi kebutuhan induk dan bagi produksi daging atau susunya.
Penjualan ternak kerbau biasanya dilakukan sesuai kebutuhan petani, misalnya untuk tambahan modal atau biaya sekolah anak. Penjualan kerbau juga biasa dilakukan untuk membuhi kebutuhan pesta adat atau keagamaan. Pada umumnya yang dijual kerbau jantan, namun kalau terpaksa betina pun juga dijual. Seekor betina muda, umur 2 sampai 2,5 tahun, dihargai sekitar Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 3.500.000,-. Sedangkan kerbau jantan biasanya dijual pada umur 1,5 sampai 2 tahun dengan harga sekitar Rp 4.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,-. Bila yang terjual adalah induk betina yang tidak lagi produktif, maka anak betina dipelihara sebagai pengganti induk untuk sapi bibit.
Menilik sistem pemeliharaan ternak kerbau yang relative tradisional di Krayan, meliputi cara pemberian pakan, manajemen perkembangbiakan dan juga tingkat produktivitas ternak kerbau, maka perlu adanya upaya untuk memperbaiki produktivitas ternak kerbau melalui perbaikan manajemen. Terutama pemberian pakan, sebab berpengaruh mempercepat proses kelahiran berikutnya. Perbaikan pakan antara lain melalui penanaman leguminosa sebagai tanaman konservasi dan sumber pakan berprotein tinggi serta pemanfaatan limbah pertanian. Perlu juga dijajagi untuk melakukan perkawinan silang dengan kerbau Murrah, yaitu jenis kerbau sungai yang telah lama dikenal di Indonesia.